Sudahkah
kita Rela ?
Oleh : I Nyoman Winata
Waktu
dimana kita hidup saat ini adalah waktu dimana ada banyak sekali
godaan yang selalu menyeret kita kearah yang membutakan kita.
Kapitalisme dengan ciri khasnya berupa akumulasi sejumlah modal
pada sebuah golongan telah menghasilkan komersialisasi dalam
segala hal yang membuat hampir sebagian besar dari kita menjadi
sangat tergantung pada material kebendaan. Kita selalu diikat
dengan kuat atau ditarik dengan kuat untuk dapat menikmati nikmatnya
material hasil kapitalisme tersebut. Hal ini kita lakukan baik
dengan sengaja maupun tidak, disadari atau tidak. Tanpa sadar
tiba-tiba saja kita berada disuatu tempat yang kita sendiri
tidak mengetahui dimana kita berdiri. Bahkan kita tidak sadar
menjadi sosok individu yang demikian individualis, melupakan
dan mematikan lentera nurani yang bersemayam di hati kita. Derasnya
hujan materialisme, menghadirkan mimpi yang indah. Sejak lahir,
besar, bersekolah, dan kuliah, lingkungan sekitar kita selalu
mencekoki kita dengan pikiran-pikiran bahwa materilah hal utama
yangharus dikejar.
"Cepat
selesaikan kuliahmu, lalu bekerjalah," demikian kata orang
tua kita. Dalam sisi lain kita akan dengan cepat berdecak kagum,
ketika melihat orang yang bergelimang harta dan serta merta menghormatinya
tanpa reserve yang berarti. Kawan-kawan, inilah yang terjadi saat
ini, terjadi di jaman dimana kita hidup sekarang ini. Jika demikian
adanya, maka saya menjadi berani kawan-kawan adalah mahluk langka
yang demikian berani menentang arus. Ditengah-tengah arus individualisme,
kawan-kawan gagah berani menyandang nama Korps Sukarela. Sebuah
nama yang bagi saya sangat aneh dan berat untuk dibawa. Apalagi
ditambah embel-embel Palang Merah Indonesia yang semakin memuliakan
keberadaan kawan-kawan.
Kawan-kawan
pantas bangga atas semua ini, jika kawan-kawan benar-benar menghayati
kata rela yang merangkai kata Korps dan Sukarela. Tidak hanya
memahami tetapi juga menghayatinya dan mengamalkanya. Kerelaan,
mengadung makna tanpa pamrih, memberi sesuatu yang kita miliki
dengan kerelaan tanpa balasan apapun. Seorang relawan, bagi saya
adalah juga seorang pecinta sejati yang akan selalu memberi tanpa
pernah mengharap kembali atas apa yang sudah diberikan. Menjadi
relawan juga berarti kesiapan diri untuk berkorban. Sulit memang
bahkan berat dipikirkan. Reorientasi pikiran dan pemantapan komitmen
saat ini jadi lebih penting untuk dilakukan. Benarkah kita rela
atau sudahkah kita rela bahkan suka dan rela ?
Satu
kunci yang harus dipegang bahwa "Materialisme tidak pernah
ada dalam kedamaian yang sejati"
Salam
damai dari saya di ubung
winatajus